SEKILAS PROFIL
MA’HAD “TASYWIQUTH THULLAB” KUDUS
Pesantren yang
terletak di dukuh Balaitengahan desa
Langgardalem, kira 700 meter sebelah
utara Menara Kudus, ini pasti sudah tidak asing bagi masyarakat Kudus.
Asal mula
berdirinya pesantren Tasywiquth- Thullab Kudus yang beralamatkan di jalan KH.
Turaichan Adjhuri no. 237 kudus – 59314, no telp. (0291) 442872, adalah ketika
warga masyarakat sekitar mengaji kepada kyai Ahmad Abdul Lathif di kediaman
beliau tanpa memungut biaya sama sekali kepada santri yang ngaji dengan
dilandasi niat lillahi ta’ala menyebarkan ilmu agama yang dimiliki. Lama
kelamaan santri yang mengaji bertambah banyak dan tidak hanya dari masyarakat
sekitarnya saja, tapi ada juga yang berasal dari luar daerah. Maka kyai Ahmad
Abdul Lathif berinisiatif untuk mendirikan pesantren sebagai tempat mengaji
sekaligus tempat mukim para santri.
Menurut cerita
yang diperoleh KH. Taufiqurrohman (pengasuh sekarang), setelah kyai Ahmad Abdul
Lathif wafat, pesantren diasuh putra beliau KH. Ma’mun Ahmad. Ditangan KH.
Ma’mun inilah pesantren TBS tumbuh menjadi pesantren yang mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat.
Pada masa
kepemimpinan KH. Ma’mun ini pula pesantren TBS dikembangkan menjadi lembaga
pendidikan formal yakni madrasah Tasywiquth-Thullab Salafiyyah yang berlokasi
di sebelah selatan pesantren ini. Inisiator pendirian madrasah yang kini
menjadi salah satu madsrasah besar di daerah kudus ini adalah KH. Abdul Jalil,
keponakan KH. Ma’mun Ahmad, yang dikenal sebagai ahli falak dan pernah menjabat
katib syuriyah pengurus besar jam’iyyah Nahdlotul Ulama’, namun seiring dengan
perjalanan waktu, pengelolaan pesantren TBS dan madrasah TBS ini dipisah.
Dalam mengasuh
santrinya yang mayoritas siswa madrasah TBS, KH. Taufiqurrohman dibantu adiknya
K. Dzi Taufiqillah. Jumlah santri yang menempati gedung yang berukuran 5 x 20 m
ini berjumlah 40 orang santri putra. Selain fasilitas kamar, pesantren ini juga
menyediakan perpustakaan meskipun dengan koleksi kitab yang masih terbatas.
Namun untuk sekarang ini mengalami perkembangan yang signifikan, mulai dari
gedung, jumlah santri, maupun fasilitas yang ada telah mengalami kemajuan.
Seperti gedung yang dahulunya berukuran kecil, sekarang gedung pesantren TBS
sudah berlantai tiga. Santrinyapun mengalami perkembangan, yang mulanya hanya
40 santri sekarang menjadi lima kali lipatnya. Bahkan tahun ini direncanakan
mendirikan pesanten untuk kalangan santri putri.
Santri yang
bertauhid dan dapat mengembangkan agama dengan berbekal kitab salaf adalah visi misi yang hendak digapai
pesantren TBS. visi ini dilatar belakangi fenomena anak muda yang kurang
mumpuni dalam bidang keagamaan serta rapuh dalam iman.
Meski mayoritas
santrinya merangkap sekolah di bangku pendidikan formal, pesantren ini masih
eksis dengan sistem peninggalan pendirinya, yakni dengan menggunakan sistem
salafiyyah dengan metode sorogan, bandongan dan mudzakaroh (membahas masalah
dengan disertai argumen dan referensi
yang jelas).
Spesifikasi
ilmu yang ditonjolkan adalah ilmu alat (nahwu dan shorof) tetapi selain itu
diajarkan pula kitab-kitab salaf dalam berbagai disiplin ilmu yang
dilaksanakan setiap ba’da sholat
maktubah. Kitab-kitab tersebut antara lain, Syarh Mukhtashor Jiddan ‘Ala
Al-Jurumiyyah, Khomsatu Mutun, Fiqih Al- Wadlih, Safinah An-Naja, Sullamut
Taufiq, Al-Akhlaqu Lilbanin, Ta’limul Muta’allim, Al Ushfuriyyah , Qothrul
Ghoits, Tanqihul Qoul Al-Hatsis dan masih banyak lagi. Bahkan untuk sekarang
ini diadakan bahtsul masail intern setiap pekannya yang bertujuan melatih
santri-santri dalam berargumen dan sebagai penyingkap problematika masyarakat.
Pesantren ini banyak menelorkan alumni. Diantara mereka ada yang
melanjutkan ke pesantren lain adapula yang melanjutkan studi ke perguruan
tinggi dalam negeri maupun luar negeri.