Ma'had ponpes TBS

Pondok Pesantren "Tasywiquth Thullab" (TBS)Kudus.

Masyakhina

K.H Ma'mun Ahmad Bersama K.H Ahmad Basyir .

Kebersamaan santri

Satu sama lain saling sama.

KEGIATAN PARA SANTRI

Kegiatan dalam salah satu acara yang diadakan ponpes TBS kudus.

Pondok Pesantren TBS (putri)

Lokasi pembangunan pondok pesantren TBS (putri).

Rabu, 02 April 2014

MA’HAD “TASYWIQUTH THULLAB” KUDUS


SEKILAS PROFIL
MA’HAD “TASYWIQUTH THULLAB” KUDUS
Pesantren yang terletak di dukuh Balaitengahan  desa Langgardalem, kira 700  meter sebelah utara Menara Kudus, ini pasti sudah tidak asing bagi masyarakat Kudus.
Asal mula berdirinya pesantren Tasywiquth- Thullab Kudus yang beralamatkan di jalan KH. Turaichan Adjhuri no. 237 kudus – 59314, no telp. (0291) 442872, adalah ketika warga masyarakat sekitar mengaji kepada kyai Ahmad Abdul Lathif di kediaman beliau tanpa memungut biaya sama sekali kepada santri yang ngaji dengan dilandasi niat lillahi ta’ala menyebarkan ilmu agama yang dimiliki. Lama kelamaan santri yang mengaji bertambah banyak dan tidak hanya dari masyarakat sekitarnya saja, tapi ada juga yang berasal dari luar daerah. Maka kyai Ahmad Abdul Lathif berinisiatif untuk mendirikan pesantren sebagai tempat mengaji sekaligus tempat mukim para santri.
Menurut cerita yang diperoleh KH. Taufiqurrohman (pengasuh sekarang), setelah kyai Ahmad Abdul Lathif wafat, pesantren diasuh putra beliau KH. Ma’mun Ahmad. Ditangan KH. Ma’mun inilah pesantren TBS tumbuh menjadi pesantren yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Pada masa kepemimpinan KH. Ma’mun ini pula pesantren TBS dikembangkan menjadi lembaga pendidikan formal yakni madrasah Tasywiquth-Thullab Salafiyyah yang berlokasi di sebelah selatan pesantren ini. Inisiator pendirian madrasah yang kini menjadi salah satu madsrasah besar di daerah kudus ini adalah KH. Abdul Jalil, keponakan KH. Ma’mun Ahmad, yang dikenal sebagai ahli falak dan pernah menjabat katib syuriyah pengurus besar jam’iyyah Nahdlotul Ulama’, namun seiring dengan perjalanan waktu, pengelolaan pesantren TBS dan madrasah TBS ini dipisah.
Dalam mengasuh santrinya yang mayoritas siswa madrasah TBS, KH. Taufiqurrohman dibantu adiknya K. Dzi Taufiqillah. Jumlah santri yang menempati gedung yang berukuran 5 x 20 m ini berjumlah 40 orang santri putra. Selain fasilitas kamar, pesantren ini juga menyediakan perpustakaan meskipun dengan koleksi kitab yang masih terbatas. Namun untuk sekarang ini mengalami perkembangan yang signifikan, mulai dari gedung, jumlah santri, maupun fasilitas yang ada telah mengalami kemajuan. Seperti gedung yang dahulunya berukuran kecil, sekarang gedung pesantren TBS sudah berlantai tiga. Santrinyapun mengalami perkembangan, yang mulanya hanya 40 santri sekarang menjadi lima kali lipatnya. Bahkan tahun ini direncanakan mendirikan pesanten untuk kalangan santri putri.
Santri yang bertauhid dan dapat mengembangkan agama dengan berbekal kitab salaf  adalah visi misi yang hendak digapai pesantren TBS. visi ini dilatar belakangi fenomena anak muda yang kurang mumpuni dalam bidang keagamaan serta rapuh dalam iman.
Meski mayoritas santrinya merangkap sekolah di bangku pendidikan formal, pesantren ini masih eksis dengan sistem peninggalan pendirinya, yakni dengan menggunakan sistem salafiyyah dengan metode sorogan, bandongan dan mudzakaroh (membahas masalah dengan disertai argumen dan referensi  yang jelas).
Spesifikasi ilmu yang ditonjolkan adalah ilmu alat (nahwu dan shorof) tetapi selain itu diajarkan pula kitab-kitab salaf dalam berbagai disiplin ilmu yang dilaksanakan  setiap ba’da sholat maktubah. Kitab-kitab tersebut antara lain, Syarh Mukhtashor Jiddan ‘Ala Al-Jurumiyyah, Khomsatu Mutun, Fiqih Al- Wadlih, Safinah An-Naja, Sullamut Taufiq, Al-Akhlaqu Lilbanin, Ta’limul Muta’allim, Al Ushfuriyyah , Qothrul Ghoits, Tanqihul Qoul Al-Hatsis dan masih banyak lagi. Bahkan untuk sekarang ini diadakan bahtsul masail intern setiap pekannya yang bertujuan melatih santri-santri dalam berargumen dan sebagai penyingkap problematika masyarakat.
Pesantren ini banyak menelorkan alumni. Diantara mereka ada yang melanjutkan ke pesantren lain adapula yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri.

Sejarah Pon-Pes TBS kudus


Kilas Sejarah Pon-Pes TBS kudus

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang tidak asing lagi di mata dunia pendidikan di Indonesia dari zaman dahulu sampai sekarang. Yaitu lembaga pendidikan pertama yang lahir di Indonesia yang di dirikan oleh Raden Rahmad (Sunan Ampel) pada masa itu
    
    Dalam kurun waktunya pondok pesantren tetap eksis dan selalu mengikuti perkembangan di dalam dunia pendidikan yang berkembang khususnya di Indonesia. Sehingga pondok pesantren mampu melahirkan santri-santri penerus bangsa yang tidak hanya mampu menguasai tentang ilmu agama saja akan tetapi juga ilmu-ilmu yang lain yang sudah diselaraskan dengan imtaq dan iptek.

    Demikian halnya dengan Pondok Pesantren “Tasywiquth Thullab” (TBS) Kudus yang terletak di desa Balaitengahan Langgardalem Kota Kudus ini. Pondok TBS merupakan salah satu cikal bakal pendidikan di wilayah kabupaten Kudus, yang didirikan pada tahun 1920 M oleh para ulama’ Kudus.
   
 Asal mula berdirinya pon-pes TBS adalah ketika warga masyarakat sekitar mengaji kepada Kiai Ahmad Abdul Latif di rumah kediaman beliau.  lama kelamaan santri yang mengaji bertambah banyak. Maka Kiai Ahmad berinisiatif mendirikan pesantren sebagai tempat mengaji sekaligus tempat mukim para santri.
 
Setelah Kiai Ahmad wafat, pesantren diasuh oleh putra beliau yaitu  KH. Ma’mun Ahmad dari tahun 1960 -2003. Di tangan kiai Ma’mun inilah pesantren tumbuh menjadi pesantren yang mendapat kepercayaan dari masyarakat.

 Pada masa kepemimpinan Kiai Ma’mun ini pula Pesantrn TBS dikembangkan menjadi lembaga formal yakni Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyah(TBS). inisiator pendirian madrsah yang kini menjadi salah satu madrasah besar di kudus adalah KH. Abdul Djalil,keponakan Kiai Ma’mun. namun seiring dengan berjalannya waktu,pengelolaan Pesantren TBS dan Madrasah TBS kini dipisah.

Dan kini KH.Taufiqurrohman dibantu adiknya Kiai Dzi Taufiqillah dalam mengasuh santrinya yang semuanya siswa madrasah TBS.

       Meski santrinya merangkap sekolah di bangku pendidikan formal,pesantren ini masih eksih dengan sistem peninggalan pendirinnya,yakni menggunakan sistem salafiyah dengan metode sorogan,bandongan,serta mudzakaroh.  

Spesifikasi yang ditonjolkan adlah ilmu alat (nahwu dan shorof), tetapi selain itu dijarkan pula kitab -kitab salaf dalam berbagai disiplin ilmu, yang dilak sanakan setiap ba’da shalat maktubah lima waktu .

 Pesantren ini sudah banyak menelorkan alumni. Di antara mereka ada yang melanjutkan ke pesantren lain dan ada pula yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi.