Selasa, 04 Februari 2014

KH. MA’MUN AHMAD

ROMO KH. MA’MUN AHMAD
TELADAN YANG WIRA’I DAN DERMAWAN

Dalam lintasan sejarah, Ulama’ sering dianalogikan sebagai warosatul anbiya’ pewaris para nabi dan Rasul sehingga Ulama’ menjadi tumpuan masyarakat dalam menghadapi problematika ummat. Studi tentang kepemimpinan seorang Ulama’ bukan suatu hal yang baru. Banyak penulisan biografi Ulama’ dijadikan sebagai kajian pembelajaran terhadap generasi penerus.
Almarhum wal magfurillah KH. Ma’mun bin Ahmad bin Abdul Latif atau sering di panggil mbah Ma’mun. Beliau adalah putra dari pasangan H. Ahmad dengan Hj. Suparmi. Beliau putra keempat dari empat bersaudara, yaitu : ibu Muslimatun, ibu Malikhah, H. Abdul Muhith, dan H. Ma’mun.
MASA KECIL
Seperti layaknya anak seusianya, beliau banyak bergaul dengan teman sebayanya dalam keluarga yang memegang teguh ajaran agama, sejak usia dini mulai dikenalkan pelajaran agama. Beliau mengaji ditempat-tempat balaitengahan kudus. Selain mengaji alqur’an , beliau banyak menekuni berbagai disiplin ilmu terutama bidang ilmu tauhid (aqidah) dan tasawuf. Sehingga pola-pola pemekiran dan sikap da’wah beliau banyak dipengaruhi ilmu yang ditekuni tersebut.
Sewaktu kecil, mengaji kepada KH. R. Asnawi dan KH. Arwani Amin, beliau termasuk murid yang tekun dan cerdas dalam menerima pelajaran. Ketika berumur enam tahun, beliau menetap di pondok pesantren yang diasuh oleh KH. R. Asnawi. Beliau adalah murid kesayangannya mbah Asnawi. Pernah suatu ketika diadakan pengajian berjanjenan keliling kota kudus pati. Beliau diutus mbah asnawi untuk memimpin do’a dalam acara tersebut. Sehingga banyak menimbul kan pertanyaan dikalangan masyarakat “kenapa anak kecil sudah disuruh memimpin do’a?” mbah asnawi menjawab “ karena anak kecil belum banyak melakukan dosa sehingga do’anya dikabulkan oleh Allah SWT”. Selain mengaji kepada mbah Asnawi, beliau juga pernah menimba ilmu di ma’ahid Krapyak Kudus, pada masa-masa awal periode berdirinya lembaga pendidikan tersebut.
JENJANG PENDIDIKAN
Setelah beberapa tahun nyantri (belajar di pesantren) kepada mbah Asnawi, beliau bertemu dengan mbah Sholeh tayu pati (ayah handa KH. Amin Sholeh). Ceritanya ketika mbah Sholeh berkunjung ke rumahnya mbah Asnawi, beliau mbah Sholeh mengajaknya bersama-sama ke Tayu Pati untuk diasuh dan dijadikan santrinya.
Beberapa tahun kemudian, bersama mbah Sholeh beliau melanjutkan belajarnya kepada Syeikh Dimyati, Termas Jawa Timur. Dalam perjalanan ke Termas beliau menghafalkan kitab Alfiyah Ibnu Malik sampai berulang ulang sehingga akhirnya betul-betul hafal. Di pondok pesantrennya Syeikh Dimyati, beliau termasuk murid kesayangannya, sampai-sampai beliau akan dijadikan menantunya.
Sekilas tentang Syeikh Dimyati. Beliau adalah salah satu Ulama’ kharismatik yang mempunyai banyak karomah. Diantara karomahnya adalah ketika syekh Dimyati ngiteri beras (memisahkan antara beras dan gabah) tiba tiba butiran itu berubah menjadi emas. Namun, syekh Dimyati menangis ketika melihat berasnya berubah menjadi emas, karena yang dikehendaki bukan emas itu, melainkan mengharap supaya yang menjadi emas adalah santri santrinya. Dan diantara murid murid Syeikh Dimyati antara lain; Hadhorotus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari, Hadhorotus Syeikh Mbah Abdul Hamid Pasuruan.
Selain mengaji kepada Syeikh Dimyati, Mbah Ma’mun juga pernah belajar ngaji kepada Sayyid Ali Tuban, sehingga pada waktu mudanya beliau Mbah Ma’mun  menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu Agama 35 tahun, kemudian beliau menikah dengan Ibu Nyai Hj. Asnah dan dikaruniai putra putri yaitu Ibu Musfiyah, Ibu Hj. Aslikhah, KH. Taufiqurrohman, K.Dzi Taufiqillah, dan Ahmad Nurul Muttaqin (Alm).
SIFATdan KEPRIBADIAN
Mbah Ma’mun adalah pribadi yang sahaja. Dalam sepanjang hayatnya tak pernah sedikitpun berfikir masalah kebendaan (duniawi). Apa yang harus dimakan esok haripun sama sekali tidak terbesit di benak beliau. “kabeh wis ono seng ngatur”. Jatahnya orang hidup sudah ditentukan oleh Allah SWT. Namun dibalik kesederhanaannya itu, beliau mempunya sifat kepedulian social yang tingi. Beliau dikenal sebagai sosok yang dermawan. Sesekali memerintah kepada santrinya sekecil apa pekerjaan itu pasti dikasih imbalan, karna beliau mempunyai prinsip “Jangan sampai kita memperbudak seseorang”. Dari sifat kedermawaan beliau ini, tercermin kepada sikap terhadap orang yang meminta bantuan. Beliau selalu memberi bantuan kepada orang yang meminta dan tidak pernah menolaknya. Besar kecil bantuan tersebutdisesuaikan dengan kemampuan beliau.
Ketika pergi sholat Jumu’ah ke Masjid Menara Kudus, sering menempati shof yang paling depan. Dan sehabis jum’atan selalu menyempatkan diri untuk ziarah ke Makam syaikh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus).selesai ziarah beliau mempersiapkan uang shodaqoh untuk Masjid dan Makam Sunan Kudus. Terhadap faqir miskin beliau bersikap ramah dan sopan. Keluar dari Makm Sunan Kudus, beliau menengok kanan kiri kalau ada yang meminta minta, sudah beliau persiapkan uang disakunya. Mbah Ma’mun juga banyak bersyukur kepada Allah SWT, hingga apapun yang terjadi, beliau sikapi dengan husnudhon (berprasangka baik) biasanya kita kalau kita meliahat sesuatu yang tidak mengenakkan, maka kita berkata yang bukan bukan, akan tetapi beliau tetap mengucapkan Alhamdulillah. Pernah suatu ketika beliau sakit demam dan menyuruh salah satu santrinya untuk memijat. Setelah dipijat beliau mengucapkan Alhamdulillah berulang ulang karena merasa kehendaknya dikabulkan oleh Allah. Ketika badan beliau dingin beliau berkata “tidak usah repot repot memberi es karna sudah diberi es oleh Allah”. Dan jika badan beliau panas beliau berkata, “tidak usah repot repot memasak air panas, karna sudah disediakan oleh Allah”.hemat kata, hal itu merupakan suatu uangkapan hati seseorang yang sudah mengenal betul siapa Allah (Ma’rifatullah), sehingga apapun yang terjadi pada diri manusia kalau mengetahui segalanya datang dari Allah, maka yang pahit akan berubah menjadi manis. Ujian atau cobaan dianggap sebagai kenikmatan.
Mbah Ma’mun juga mempunyai sawah pertanian yang cukup luas, yang hasilmya antaralain cengkeh, padi tebu, kelapa, dll. Sesehingga tiap tahunnya beliau menerima hasil sawahnya tersebut. Akan tetapi sebelum beliau menerima hasil sawahnya itu terlebih dahulu menanyakan kepada pengelolanya. Apakah hasilnya sudah kamu berikan ( dizakatkan ) pada orang yang berhak menerimanya. Jika seandainya belum diberikan kepada orang yang berhak, beliau tidak mau menerima hasil pertanian miliknya tersebut. Bahkan beliau sering menyuruh untuk melebihi apa yang semestinya diberikan ( 1 nishob ), karena beliau tidak mau hasil taninya tersebut tercampur dengan hak milik orang lain. Jadi dikatakan “ tompo resik tanpo ono reget “ ( menerima dalam keadaan bersih tanpa ada cacat suatu apapun).
Salah satu karomah mbah Ma’mun adalah ketika beliau ke kebun kelapanya. Disana banyak pohon kelapa yang diserang hama. Lantas beliau berkata habiskan satu pohon kelapa ini, tapi yang lainnya jangan, dan betul pohon-pohon kelapa beliau terhindar dari serangan hama, kecuali satu pohon kelapa.
Beliau juga terkenal mempunyai sifat wira’i ( berhati-hati dalam mengamalkan agama ), sehingga kalau ada dua pendapat dalam suatu masalah maka beliau lebih memilih pendapat yang lebih berat.
Perjuangan Mbah Ma’mun
            Selain mengajar di Madrasah dan Pon-pes TBS Kudus,Mbah Ma’mun mengajar di Madrasah NU Banat Kudus. Kemudian beliau bersama Mbah Hambali (Alm) Bejen Kudus, mengajar di Madrasah Diniyyah NU Putra yang asal mulanya bertempat di Kwanaran. Kemudian berpindah tempat di kradenan Kota Kudus, yang pada saat itu muridnya hanya enam orang. Selain itu beliau juga mengajar di Madrasah Mu’awanatul Muslimin Kenepan Menara Kudus. Beliau juga termasuk salah satu pendiri sekaligus pengajar di Madrasah Diniyah Putri (MADIPU) TBS Kudus.
            Prinsip perjuangan beliau adalah menjalankan da’wah dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih. Walaupun dalam kondisi sakitpun masih mengajar. Karena seringnya mengajar dan membaca kitab-kitab salaf, penglihatan beliau sakit sehingga harus dioperasi di rumah sakit. Dengan alat bantu dan kaca mata khusus dari rumah sakit, beliau masih tetap konsisten dan istiqomah dalam mengembangkan ajaran-ajaran islam. Pernah suatu saat ketika beliau mengajar di Masjid Kradenan Kudus, dalam kondisi hujan yang cukup lebat. Namun beliau berniatan untuk tatap mengajar dengan naik becak ditemani salah satu santrinya. Di jalan ada kendaraan yang melaju cukup kencang melintasi kubangan air, dan pakaian beliau terkena air tersebut. Santrinya menarahi pengendara tadi, tapi beliau justru bilang pada santrinya, “ sudahlah nggak usah marah, mungkin dia tidak sengaja”. Semua beliau sikapi dengan penuh khusnudlon. Demikianlah perjuangan beliau semasa hidupnya. Hari demi hari beliau lalui dengan berda’wah dengan mengajar ilmu-ilmu agama tanpa mengenal lelah.
Pondok Pesantren dan Madrasah NU TBS Kudus
            Setelah beberapa tahun belajar kepada Syaich Dimyati, Mbah Ma’mun pulang untuk membantu mengurusi dan mengajar di Pon-Pes TBS kudus. Pendiri Pon-Pes Tasywiquth Thullab (TBS) Balaitengahan Kudus adalah KH. Abdul Lathif (kakek beliau). Gagasan didirikannya Pon-Pes TBS Kudus adalah dimaksudkan sebagai wadah pengajaran dan pendidikan islam ala Ahlussunnah Waljama’ah.
            Berawal dari pondok Pesantren Balaitengahan TBS Kudus inilah berkembang ide dan gagasan untuk mendirikan Madrasah sebagai lembaga pendidikan,yang pada saat itu datangnya dari Kyai Muhith. Karena pesatrnya pertumbuhan santri yang mengaji,gagasan pendirian Pondok Pesantren TBS Kudus banyak mendapat dukungan dari para ulama’ dan tokoh  masyarakat. Gagasan  tersebut dimaksudkan agar umat islam ikut serta  dalam berpartisipasi aktif dalam membangun pendidikan di samping tujuan mencetak kader-kader islam yang alim,cerdas,terampil dan berakhlaqul karimah.
            Sebagai tindak lanjut untuk mewujudkan gagasan pendirian Madrasah TBS Kudus diperlukan persiapan sarana dan  prasarana, maka diadakanlah musyawarah yang dipimpin Kyai Muhith dengan mengundang para ulama’ dan tokoh masyarakat. Dari muaysawarah tersebut dihasilkan terbentuk suatu kepengurusan yang akan langsung mengelola dan mengurus Madrasah tersebut yaitu sebagai berikut:
1.      Bp. Kromo Wijoyo
2.      Bp. Asrurun
3.      H. Nur Syahid
4.      Bp. Chadziq
5.      Bp. Nur Chudlrin
6.      Bp. H.Thoyyib
7.      Bp. Muqsith
8.      Bp. H.Haris
Setelah terbentuk kepengurusan, maka dengan fadhal,rahmat dan nikmat Allah AWT.Secara resmi berdirilah Madrasah TBS Kudus pada tanggal 7 Jumadil Akhirah 1347 H (Th.Alif) bertepatan tanggal 21 November 1928 M.
Pertama kalinya nama tersebut adalah “Tasywiquth  Thullab” disingkat dengan TBS. Nama itu diambil dari nama Pondok Pesantren Balaitengahan yang diasuh oleh KH.Chudlrin,sedangkan sebagai lurah pondoknya adalah Kyai Chadziq. Namun dari usulan KH.Abdul Jalil nama madrasah itu dirubah menjadi “Tasywiquth Thullab School” dengan singkatan TBS. Sebutan nama tersebut berjalan cukup lama,hingga saat dilangsungkannya pertemuan Mutakhorijin (Abituren) TBS pada tahun 1965 yang bertempat di gedung Pertemuan Ramayana Kudus,timbul gagasan agar kata “School” diganti dengan kata lain karena kata tersebut sudah tidak relevan lagi. Akhirnya nama madrasah menjadi “Tasywiquth Thullab Salafiyyah” dengan singkatan masih tetap TBS,dan nama tersebut masih dipergunakan sampai sekarang.
Pesan-pesan Moral
            Setiap kali memberi pelajaran baik di Majlis Ta’lim, maupun di pengajian-pengajian beliau sering berpesan kepada santri-santrinya untuk selalu menjaga kebersihan hati “Apabila hati seseorang baik maka baik pula seluruh tubuh, manakala buruk hati seseorang maka buruk pula seluruh tubuh”. Jadi jelas bahwa kebersihan hati menjadi inti dari perilaku seseorang. Beliau juga sering memberi wejangan kepada anak didiknya dalam menghadapi hidup. “Jalani hidup ini dengan penuh ikhlas dan istiqomah”. Karena banyak orang yang tidak lagi memakai ajaran agama sebagai pedoman hidupnya. Bahkan melakukan hal-hal yang tidak patut sudah menjadi kebiasaan. Beliau sering mengatakan “SALAH  KAPRAH,AJANG BATHOK SURU TAMPAH. KEJEGLUK AWANG-AWANG KESANDUNG ROTO”. Sebuah ungkapan yang mempunyai makna filosofis yang cukup dalam. Berbuat kesalahan yang sudah menjadi kebiasaan umum sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan justru digunakan sebagai pedoman,tapi tidak merasakan bahwa yang dilakukan itu salah.
Berpulang ke Rahmatullah
            Kini KH.Ma’mun Ahmad telah dipanggil sang Kholiq,Allah SWT pada hari Ahad Legi, 22 Shafar 1423 H bertepatan dengan tanggal 5 Mei 2002 M dalam usia 87 Tahun. Sepanjang hayatnya beliau habiskan untuk mengabdi (mengajar) di Madrasah dan Pondok Pesantren TBS Kudus. Beliau juga banyak andil di masyarakat dan kegiatan sosial kemasyarakatan,terutama dalam kegiatan upacara keagamaan serta sering memberi fatwa-fatwa dalam pembinaan akhlaq dan moral masyarakat. Beliau meninggalkan begitu banyak kenangan di Madrasah maupun di Pondok Pesantren TBS Kudus. Dan hasil anak didik beliau sekarang banyak bermunculan generasi ulama’ atau kyai yang menjadi panutan di masyarakat dan di daerah masing-masing. Sebelum ,meninggal beliau berpesan kepada putra-putrinya “Jadilah orang-orang yang benar (dalam berbagai hal)”. Dan sekarang Pondok Pesantren TBS Kudus dikelola dan diteruskan oleh putra-putri beliau.
            Demikianlah BIOGRAFI singkat KH. MA’MUN AHMAD Balaitengahan Kudus. Mudah-mudahan BIOGRAFI ini ada manfaatnya dan selalu mendapat Ridlo dari Allah SWT. Sehingga kita sebagai santri beliau dapat menjaga,melestarikan dan meneruskan peninggaln perjuangan beliau serta dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang diajarkannya.
“YA ALLAH TUNJUKKANLAH KAMI JALAN LURUS,ALLAH MENCUKUPI KAMI,DIA SEBAGAI SEBAIK-BAIK PENJAMIN,DIA SEBAIK-BAIK JUNJUNGAN,DIA SEBAIK-BAIK PENOLONG”.

0 komentar:

Posting Komentar