ROMO KH. MA’MUN AHMAD
TELADAN YANG WIRA’I DAN DERMAWAN
Dalam lintasan sejarah, Ulama’ sering dianalogikan sebagai
warosatul anbiya’ pewaris para nabi dan Rasul sehingga Ulama’ menjadi tumpuan
masyarakat dalam menghadapi problematika ummat. Studi tentang kepemimpinan
seorang Ulama’ bukan suatu hal yang baru. Banyak penulisan biografi Ulama’
dijadikan sebagai kajian pembelajaran terhadap generasi penerus.
Almarhum
wal magfurillah KH. Ma’mun bin Ahmad bin Abdul Latif atau sering di panggil
mbah Ma’mun. Beliau adalah putra dari pasangan H. Ahmad dengan Hj. Suparmi.
Beliau putra keempat dari empat bersaudara, yaitu : ibu Muslimatun, ibu Malikhah,
H. Abdul Muhith, dan H. Ma’mun.
MASA
KECIL
Seperti layaknya anak seusianya, beliau banyak bergaul dengan teman
sebayanya dalam keluarga yang memegang teguh ajaran agama, sejak usia dini
mulai dikenalkan pelajaran agama. Beliau mengaji ditempat-tempat balaitengahan
kudus. Selain mengaji alqur’an , beliau banyak menekuni berbagai disiplin ilmu
terutama bidang ilmu tauhid (aqidah) dan tasawuf. Sehingga pola-pola pemekiran
dan sikap da’wah beliau banyak dipengaruhi ilmu yang ditekuni tersebut.
Sewaktu kecil, mengaji kepada KH. R. Asnawi dan KH. Arwani Amin,
beliau termasuk murid yang tekun dan cerdas dalam menerima pelajaran. Ketika
berumur enam tahun, beliau menetap di pondok pesantren yang diasuh oleh KH. R. Asnawi.
Beliau adalah murid kesayangannya mbah Asnawi. Pernah suatu ketika diadakan
pengajian berjanjenan keliling kota kudus pati. Beliau diutus mbah asnawi untuk
memimpin do’a dalam acara tersebut. Sehingga banyak menimbul kan pertanyaan
dikalangan masyarakat “kenapa anak kecil sudah disuruh memimpin do’a?” mbah
asnawi menjawab “ karena anak kecil belum banyak melakukan dosa sehingga
do’anya dikabulkan oleh Allah SWT”. Selain mengaji kepada mbah Asnawi, beliau
juga pernah menimba ilmu di ma’ahid Krapyak Kudus, pada masa-masa awal periode
berdirinya lembaga pendidikan tersebut.
JENJANG
PENDIDIKAN
Setelah beberapa tahun nyantri (belajar di pesantren) kepada mbah Asnawi,
beliau bertemu dengan mbah Sholeh tayu pati (ayah handa KH. Amin Sholeh).
Ceritanya ketika mbah Sholeh berkunjung ke rumahnya mbah Asnawi, beliau mbah Sholeh
mengajaknya bersama-sama ke Tayu Pati untuk diasuh dan dijadikan santrinya.
Beberapa tahun kemudian, bersama mbah Sholeh beliau melanjutkan
belajarnya kepada Syeikh Dimyati, Termas Jawa Timur. Dalam perjalanan ke Termas
beliau menghafalkan kitab Alfiyah Ibnu Malik sampai berulang ulang sehingga
akhirnya betul-betul hafal. Di pondok pesantrennya Syeikh Dimyati, beliau
termasuk murid kesayangannya, sampai-sampai beliau akan dijadikan menantunya.
Sekilas tentang Syeikh Dimyati. Beliau adalah salah satu Ulama’
kharismatik yang mempunyai banyak karomah. Diantara karomahnya adalah ketika
syekh Dimyati ngiteri beras (memisahkan antara beras dan gabah) tiba tiba
butiran itu berubah menjadi emas. Namun, syekh Dimyati menangis ketika melihat
berasnya berubah menjadi emas, karena yang dikehendaki bukan emas itu, melainkan
mengharap supaya yang menjadi emas adalah santri santrinya. Dan diantara murid
murid Syeikh Dimyati antara lain; Hadhorotus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari,
Hadhorotus Syeikh Mbah Abdul Hamid Pasuruan.
Selain mengaji kepada Syeikh Dimyati, Mbah Ma’mun juga pernah
belajar ngaji kepada Sayyid Ali Tuban, sehingga pada waktu mudanya beliau Mbah
Ma’mun menghabiskan waktunya untuk
menuntut ilmu Agama 35 tahun, kemudian beliau menikah dengan Ibu Nyai Hj. Asnah
dan dikaruniai putra putri yaitu Ibu Musfiyah, Ibu Hj. Aslikhah, KH.
Taufiqurrohman, K.Dzi Taufiqillah, dan Ahmad Nurul Muttaqin (Alm).
SIFATdan
KEPRIBADIAN
Mbah Ma’mun adalah pribadi yang sahaja. Dalam sepanjang hayatnya
tak pernah sedikitpun berfikir masalah kebendaan (duniawi). Apa yang harus
dimakan esok haripun sama sekali tidak terbesit di benak beliau. “kabeh wis ono
seng ngatur”. Jatahnya orang hidup sudah ditentukan oleh Allah SWT. Namun
dibalik kesederhanaannya itu, beliau mempunya sifat kepedulian social yang
tingi. Beliau dikenal sebagai sosok yang dermawan. Sesekali memerintah kepada
santrinya sekecil apa pekerjaan itu pasti dikasih imbalan, karna beliau
mempunyai prinsip “Jangan sampai kita memperbudak seseorang”. Dari sifat
kedermawaan beliau ini, tercermin kepada sikap terhadap orang yang meminta
bantuan. Beliau selalu memberi bantuan kepada orang yang meminta dan tidak
pernah menolaknya. Besar kecil bantuan tersebutdisesuaikan dengan kemampuan
beliau.
Ketika pergi sholat Jumu’ah ke Masjid Menara Kudus, sering
menempati shof yang paling depan. Dan sehabis jum’atan selalu menyempatkan diri
untuk ziarah ke Makam syaikh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus).selesai ziarah beliau
mempersiapkan uang shodaqoh untuk Masjid dan Makam Sunan Kudus. Terhadap faqir
miskin beliau bersikap ramah dan sopan. Keluar dari Makm Sunan Kudus, beliau
menengok kanan kiri kalau ada yang meminta minta, sudah beliau persiapkan uang
disakunya. Mbah Ma’mun juga banyak bersyukur kepada Allah SWT, hingga apapun
yang terjadi, beliau sikapi dengan husnudhon (berprasangka baik) biasanya kita
kalau kita meliahat sesuatu yang tidak mengenakkan, maka kita berkata yang
bukan bukan, akan tetapi beliau tetap mengucapkan Alhamdulillah. Pernah suatu
ketika beliau sakit demam dan menyuruh salah satu santrinya untuk memijat.
Setelah dipijat beliau mengucapkan Alhamdulillah berulang ulang karena merasa
kehendaknya dikabulkan oleh Allah. Ketika badan beliau dingin beliau berkata “tidak
usah repot repot memberi es karna sudah diberi es oleh Allah”. Dan jika badan
beliau panas beliau berkata, “tidak usah repot repot memasak air panas, karna
sudah disediakan oleh Allah”.hemat kata, hal itu merupakan suatu uangkapan hati
seseorang yang sudah mengenal betul siapa Allah (Ma’rifatullah), sehingga
apapun yang terjadi pada diri manusia kalau mengetahui segalanya datang dari
Allah, maka yang pahit akan berubah menjadi manis. Ujian atau cobaan dianggap
sebagai kenikmatan.
Mbah Ma’mun juga mempunyai sawah pertanian yang cukup luas, yang
hasilmya antaralain cengkeh, padi tebu, kelapa, dll. Sesehingga tiap tahunnya
beliau menerima hasil sawahnya tersebut. Akan tetapi sebelum beliau menerima
hasil sawahnya itu terlebih dahulu menanyakan kepada pengelolanya. Apakah
hasilnya sudah kamu berikan ( dizakatkan ) pada orang yang berhak menerimanya.
Jika seandainya belum diberikan kepada orang yang berhak, beliau tidak mau
menerima hasil pertanian miliknya tersebut. Bahkan beliau sering menyuruh untuk
melebihi apa yang semestinya diberikan ( 1 nishob ), karena beliau tidak mau
hasil taninya tersebut tercampur dengan hak milik orang lain. Jadi dikatakan “
tompo resik tanpo ono reget “ ( menerima dalam keadaan bersih tanpa ada cacat
suatu apapun).
Salah satu karomah mbah Ma’mun adalah ketika beliau ke kebun
kelapanya. Disana banyak pohon kelapa yang diserang hama. Lantas beliau berkata
habiskan satu pohon kelapa ini, tapi yang lainnya jangan, dan betul pohon-pohon
kelapa beliau terhindar dari serangan hama, kecuali satu pohon kelapa.
Beliau juga terkenal mempunyai sifat wira’i ( berhati-hati dalam
mengamalkan agama ), sehingga kalau ada dua pendapat dalam suatu masalah maka
beliau lebih memilih pendapat yang lebih berat.
Perjuangan
Mbah Ma’mun
Selain mengajar di Madrasah dan
Pon-pes TBS Kudus,Mbah Ma’mun mengajar di Madrasah NU Banat Kudus. Kemudian
beliau bersama Mbah Hambali (Alm) Bejen Kudus, mengajar di Madrasah Diniyyah NU
Putra yang asal mulanya bertempat di Kwanaran. Kemudian berpindah tempat di
kradenan Kota Kudus, yang pada saat itu muridnya hanya enam orang. Selain itu
beliau juga mengajar di Madrasah Mu’awanatul Muslimin Kenepan Menara Kudus.
Beliau juga termasuk salah satu pendiri sekaligus pengajar di Madrasah Diniyah
Putri (MADIPU) TBS Kudus.
Prinsip perjuangan beliau adalah
menjalankan da’wah dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih. Walaupun dalam kondisi
sakitpun masih mengajar. Karena seringnya mengajar dan membaca kitab-kitab
salaf, penglihatan beliau sakit sehingga harus dioperasi di rumah sakit. Dengan
alat bantu dan kaca mata khusus dari rumah sakit, beliau masih tetap konsisten
dan istiqomah dalam mengembangkan ajaran-ajaran islam. Pernah suatu saat ketika
beliau mengajar di Masjid Kradenan Kudus, dalam kondisi hujan yang cukup lebat.
Namun beliau berniatan untuk tatap mengajar dengan naik becak ditemani salah
satu santrinya. Di jalan ada kendaraan yang melaju cukup kencang melintasi
kubangan air, dan pakaian beliau terkena air tersebut. Santrinya menarahi
pengendara tadi, tapi beliau justru bilang pada santrinya, “ sudahlah nggak
usah marah, mungkin dia tidak sengaja”. Semua beliau sikapi dengan penuh
khusnudlon. Demikianlah perjuangan beliau semasa hidupnya. Hari demi hari
beliau lalui dengan berda’wah dengan mengajar ilmu-ilmu agama tanpa mengenal
lelah.
Pondok
Pesantren dan Madrasah NU TBS Kudus
Setelah beberapa tahun belajar
kepada Syaich Dimyati, Mbah Ma’mun pulang untuk membantu mengurusi dan mengajar
di Pon-Pes TBS kudus. Pendiri Pon-Pes Tasywiquth Thullab (TBS) Balaitengahan
Kudus adalah KH. Abdul Lathif (kakek beliau). Gagasan didirikannya Pon-Pes TBS
Kudus adalah dimaksudkan sebagai wadah pengajaran dan pendidikan islam ala
Ahlussunnah Waljama’ah.
Berawal dari pondok Pesantren
Balaitengahan TBS Kudus inilah berkembang ide dan gagasan untuk mendirikan
Madrasah sebagai lembaga pendidikan,yang pada saat itu datangnya dari Kyai
Muhith. Karena pesatrnya pertumbuhan santri yang mengaji,gagasan pendirian
Pondok Pesantren TBS Kudus banyak mendapat dukungan dari para ulama’ dan
tokoh masyarakat. Gagasan tersebut dimaksudkan agar umat islam ikut
serta dalam berpartisipasi aktif dalam
membangun pendidikan di samping tujuan mencetak kader-kader islam yang
alim,cerdas,terampil dan berakhlaqul karimah.
Sebagai tindak lanjut untuk
mewujudkan gagasan pendirian Madrasah TBS Kudus diperlukan persiapan sarana dan prasarana, maka diadakanlah musyawarah yang
dipimpin Kyai Muhith dengan mengundang para ulama’ dan tokoh masyarakat. Dari
muaysawarah tersebut dihasilkan terbentuk suatu kepengurusan yang akan langsung
mengelola dan mengurus Madrasah tersebut yaitu sebagai berikut:
1.
Bp.
Kromo Wijoyo
2.
Bp.
Asrurun
3.
H.
Nur Syahid
4.
Bp.
Chadziq
5.
Bp.
Nur Chudlrin
6.
Bp.
H.Thoyyib
7.
Bp.
Muqsith
8.
Bp.
H.Haris
Setelah terbentuk kepengurusan, maka dengan fadhal,rahmat dan
nikmat Allah AWT.Secara resmi berdirilah Madrasah TBS Kudus pada tanggal 7
Jumadil Akhirah 1347 H (Th.Alif) bertepatan tanggal 21 November 1928 M.
Pertama
kalinya nama tersebut adalah “Tasywiquth
Thullab” disingkat dengan TBS. Nama itu diambil dari nama Pondok
Pesantren Balaitengahan yang diasuh oleh KH.Chudlrin,sedangkan sebagai lurah
pondoknya adalah Kyai Chadziq. Namun dari usulan KH.Abdul Jalil nama madrasah itu
dirubah menjadi “Tasywiquth Thullab School” dengan singkatan TBS. Sebutan nama
tersebut berjalan cukup lama,hingga saat dilangsungkannya pertemuan Mutakhorijin
(Abituren) TBS pada tahun 1965 yang bertempat di gedung Pertemuan Ramayana
Kudus,timbul gagasan agar kata “School” diganti dengan kata lain karena kata
tersebut sudah tidak relevan lagi. Akhirnya nama madrasah menjadi “Tasywiquth
Thullab Salafiyyah” dengan singkatan masih tetap TBS,dan nama tersebut masih
dipergunakan sampai sekarang.
Pesan-pesan
Moral
Setiap kali memberi pelajaran baik
di Majlis Ta’lim, maupun di pengajian-pengajian beliau sering berpesan kepada
santri-santrinya untuk selalu menjaga kebersihan hati “Apabila hati seseorang
baik maka baik pula seluruh tubuh, manakala buruk hati seseorang maka buruk
pula seluruh tubuh”. Jadi jelas bahwa kebersihan hati menjadi inti dari
perilaku seseorang. Beliau juga sering memberi wejangan kepada anak didiknya
dalam menghadapi hidup. “Jalani hidup ini dengan penuh ikhlas dan istiqomah”.
Karena banyak orang yang tidak lagi memakai ajaran agama sebagai pedoman
hidupnya. Bahkan melakukan hal-hal yang tidak patut sudah menjadi kebiasaan.
Beliau sering mengatakan “SALAH
KAPRAH,AJANG BATHOK SURU TAMPAH. KEJEGLUK AWANG-AWANG KESANDUNG ROTO”. Sebuah
ungkapan yang mempunyai makna filosofis yang cukup dalam. Berbuat kesalahan
yang sudah menjadi kebiasaan umum sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan
justru digunakan sebagai pedoman,tapi tidak merasakan bahwa yang dilakukan itu
salah.
Berpulang
ke Rahmatullah
Kini KH.Ma’mun Ahmad telah dipanggil
sang Kholiq,Allah SWT pada hari Ahad Legi, 22 Shafar 1423 H bertepatan dengan
tanggal 5 Mei 2002 M dalam usia 87 Tahun. Sepanjang hayatnya beliau habiskan
untuk mengabdi (mengajar) di Madrasah dan Pondok Pesantren TBS Kudus. Beliau
juga banyak andil di masyarakat dan kegiatan sosial kemasyarakatan,terutama
dalam kegiatan upacara keagamaan serta sering memberi fatwa-fatwa dalam pembinaan
akhlaq dan moral masyarakat. Beliau meninggalkan begitu banyak kenangan di
Madrasah maupun di Pondok Pesantren TBS Kudus. Dan hasil anak didik beliau
sekarang banyak bermunculan generasi ulama’ atau kyai yang menjadi panutan di
masyarakat dan di daerah masing-masing. Sebelum ,meninggal beliau berpesan
kepada putra-putrinya “Jadilah orang-orang yang benar (dalam berbagai hal)”.
Dan sekarang Pondok Pesantren TBS Kudus dikelola dan diteruskan oleh
putra-putri beliau.
Demikianlah BIOGRAFI singkat KH.
MA’MUN AHMAD Balaitengahan Kudus. Mudah-mudahan BIOGRAFI ini ada manfaatnya dan
selalu mendapat Ridlo dari Allah SWT. Sehingga kita sebagai santri beliau dapat
menjaga,melestarikan dan meneruskan peninggaln perjuangan beliau serta dapat
mengamalkan ilmu-ilmu yang diajarkannya.
“YA ALLAH TUNJUKKANLAH KAMI JALAN LURUS,ALLAH MENCUKUPI KAMI,DIA
SEBAGAI SEBAIK-BAIK PENJAMIN,DIA SEBAIK-BAIK JUNJUNGAN,DIA SEBAIK-BAIK
PENOLONG”.
0 komentar:
Posting Komentar