Ma'had ponpes TBS

Pondok Pesantren "Tasywiquth Thullab" (TBS)Kudus.

Masyakhina

K.H Ma'mun Ahmad Bersama K.H Ahmad Basyir .

Kebersamaan santri

Satu sama lain saling sama.

KEGIATAN PARA SANTRI

Kegiatan dalam salah satu acara yang diadakan ponpes TBS kudus.

Pondok Pesantren TBS (putri)

Lokasi pembangunan pondok pesantren TBS (putri).

Kamis, 01 Mei 2014

Biografi Al Hafizh Adz Dzahabi

Biografi Al Hafizh Adz Dzahabi


Sungguh aneh sikap mayoritas umat muslim masa kini, mereka lebih merasa tertarik kepada tokoh-tokoh nonmuslim, menjadikan tokoh-tokoh tersebut sebagai panutan, contoh, dan suri teladan. Setiap kali mereka ingin memberikan permisalan atau contoh kesuksesan seseorang, mereka pasti mengangkat dan menggunakan nama nonmuslim. Bila mereka ingin menggambarkan kecerdasan maka yang terlintas di otak dan pikiran mereka adalah kecerdasan Albert Einstein. Bila mereka ingin memncontohkan tentang semangat yang tak kenal putus asa, maka mereka mempermisalkan kegigihan seorang Thomas Alva Edison. Dan masih banyak contoh lain yang sangat sering kita lihat dan kita dengar di kehidupan kita sehari-hari.
Timbul sebuah pertanyaan besar, apakah tidak ada seorang tokoh muslim pun yang sehebat tokoh-tokoh nonmuslim tersebut, sampai-sampai kaum muslimin mengangkat nama mereka bila ingin memberikan semangat dan motivasi.
Mungkin ini menjadi sebab umat muslim menjadi lemah, karena hidup di bawah jajahan dan naungan pemikiran non muslim. Bergaya hidup dan berpola pikir seperti mereka kaum non muslim. Secara tidak lansung baik kita sadari ataupun tidak kita bagaikan boneka yang di kendalikan oleh umat non muslim.
Sebagai solusi dari kenyataan ini, umat Islam harus memiliki jati diri sebagai seorang muslim, mereka harus mengenal Nabi mereka, para sahabatnya, dan tokoh-tokoh besar lainnya yang berpengaruh dalam kejayaan Islam, yang dengan mengenal sejarah mereka, kita dapat termotivasi dengan meyebutkan kisah hidup serta keberhasilan yang telah mereka gapai.
Pada pembahasan ini, penulis akan memaparkan biografi seorang imam besar yang kebesarannya tercatat dalam tinta sejarah peradaban Islam, beliau adalah Al-Imam al-Hafizh Adz-Dhahabiy.

Biografi Imam al-Hafizh Adz-Dzahabi

Beliau adalah: al-Imam al-Hafizh, ahli sejarah Islam, Syamsuddin, Abu Abdillah, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah at-Turkmani al-Fariqi asy-Syafi’i ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan Adz-Dzahabi.
Adz-Dzahabi berasal dari kata adz-dzahab yang berarti emas. Nama ini beliau dapatkan dikarenakan ayahnya adalah seorang pengrajin emas, dan beliau pun pernah berprofesi sebagai pengrajin emas. Yang pada akhirnya nama inilah yang lebih dikenal hingga sekarang daripada nama asli beliau, dan beliau memang pantas untuk digelari sebagai “emas” karena ilmu dan jasa beliau selama hidupnya.

Kota Kelahiran dan Masa Perkembangan Adz-Dzahabi

Beliau dilahirkan pada Rabiul Akhir 673 H/1274 M di sebuah desa bernama Kafarbatna di dataran padang hijau Damaskus, di tengah sebuah keluarga yang berasal dari Turkmenistan, yang ikut secara kewalian kepada kabilah Bani Tamim, dan mereka menetap di kota Mayyafarqin dari daerah Bani Bakar yang paling terkenal.
Adz-Dzahabi tumbuh di tengah keluarga yang cinta ilmu dan agama. Ayah beliau bernama Ahmad bin ‘Ustman. Dia adalah orang yang baik, bertakwa, dan cinta ilmu. Ayahnya pernah mempelajari kitab Shahih Bukhari pada tahun 666 H dari seorang guru, Miqdad bin Hibbatillah Al-Qoysi. Keluarganya memberikan perhatian yang besar kepada beliau dengan mengirimnya kepada para syaikh (guru besar) yang terkenal di kota Damaskus. Adz-Dzahabi telah berhasil mendapat ijazah (rekomendasi) dari mereka semenajk masih kecil, ketika ia beliau belum genap delapan belas tahun. Perhatiannya terhadap ilmu sangat tinggi.
Perhatiannya bermula dari ilmu qiraah dan hadis. Hal ini ditunjang dengan kepiawaian dan kecerdasaannya dalam berdiskusi dan memahami ilmu, serta kemampuannya yang luar biasa untuk mengingat dan menghafal, dan cita-citanya yang tinggi untuk bertemu para ulama dan berpetualang dalam menuntut ilmu.
Adz-Dzahabi telah mencurahkan kesungguhan dalam menekuni kedua disiplin ilmu itu secara langsung dari guru besar negeri Syam yang paling masyhur pada masa itu. Beliau juga berpetualang ke Mesir, Mekah, Madinah, dan beberapa kota lain untuk tujuan yang mulia ini, hingga ilmunya menjadi rujukan (referensi) kaum muslimin. Nama beliau pun mulai bergaung di dunia Islam, dan para penuntut ilmu berdatangan dari segala penjuru. Beliau pun menjadi seorang imam dalam ilmu qiraah, penghafal hadis yang ulung, salah seorang ulama yang unggul dalam kritik hadis, dan ternama di dalam al-Jarh wa at-Ta’dil.

Aktivitas Keilmuan dan Kedudukan Adz-Dzahabi

Adz-Dzahabi sempat menduduki sejumlah jabatan keilmuan di kota Damaskus, di antaranya: sebagai khatib, pengajar, dan menjadi guru besar di sejumlah perguruan dalam bidang hadis, seperti Dar al-Hadis di Turbah Umm ash-Shalih, Dar al-Hadis azh-Zhahiriyah, Dar al-Hadis wa al-Qur’an at-Tankiziyah, dan Dar al-Hadis al-aFadhiliyah.
Kesibukan padat yang beliau jalani tidaklah menjadikan beliau terhalang untuk melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah. Bahkan beliau telah meninggalkan kekayaan ilmiah yang besar dan penuh berkah, di mana kitab-kitab dan karya tulis beliau mencapai lebih dari 200 karya dalam berbagai disiplin ilmu: qiraat, hadis, mushthalah hadis, sejarah, biografi, akidah, ushul fiqh, dan raqa’iq (ilmu beretika).
Di antara karya ilmiah beliau adalah:
  • Tarikh al-Islam
  • Siyar A’lam an-Nubala
  • Mizan al-I’tidal
  • Al-Ibar fi Khabar man Ghabar
  • Al-Mughni fi adh-Dhu’afa
  • Al-Kasyif
  • Tadzkirah al-Huffazh
dan masih banyak karya yang tidak tercatat dalam tulisan singkat ini.

Pujian Para Ulama Terhadap Adz-Dzahabi

Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Aku pernah minum air Zamzam agar aku mencapai derajat Imam adz-Dzahabi dalam menghafal”.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata tentang Adz-Dzahabi, “Keberadaan beliau telah merepresentasikan para syaikh pakar dalam penghafal hadis…”
Murid beliau, Tajuddin as-Subki dalam Syadzarat adz-Dzahab berkata, “Guru kami, Abu Abdullah adalah seorang ulama hebat yang tidak ada bandingnya. Beliau adalah gudang perbendaharaan ilmu, tempat kembali ketika terjadi permasalahan yang rumit, imam semua orang dalam hal hafalan, beliau ibarat emasnya zaman secara maknawi dan literel, guru besar al-Jarh wa at-Ta’dil, pemuka para tokoh pada setiap jalan; seakan-akan umat telah dikumpulkan pada padang yang satu lalu beliau melihatnya mulai memberitakan dari para rawi sebuah riwayat sebagaimana orang-orang yang hadir memberitakan…”
As-Suyuthi dalam Dzail Tadzkirah al-Huffazh berkata, “Yang ingin saya katakan, ‘Sesungguhnya ulama-ulama hadis sekarang dalam sub disiplin kritik rawi dan disiplin-disiplin hadis lainnya membutuhkan pada empat sosok: Imam al-Mizzi, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Iraqi, dan al-Hafizh Ibnu Hajar’.”

Di Antara Perkataan Al-Imam Adz-Dzahabi

Imam Adz-Dzahabi berkata, “Tidak sedikit orang yang memusatkan perhatiannya pada ilmu kalam (filsafat islam) melainkan ijtihadnya akan membawanya kepada perkataan yang menyelisihi sunnah. Karena itulah ulama terdahulu mencela setiap yang belajar ilmu umat-umat sebelum Islam. Ilmu kalam turunan dari ilmu para filsuf atheis. Barangsiapa yang sengaja ingin menggabungkan ilmu para nabi dengan ilmu para filsuf dengan mengandalkan kecerdasannya maka pasti dia akan menyelisihi para nabi dan para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang meniti jalannya para rasul, maka sungguh dia telah menempuh jalan pendahulu dan menyelamatkan agama dan keyakinannya.” (Mizanul I’tidal, III:144)
Beliau berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan taqlid dalam hal furu’(cabang permasalahan), tidak mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam logika-logika umat terdahulu, dan pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian, bencana pun meluas, hawa nafsu menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga Allah merahmati seseorang yang mau memperhatikan kondisi dirinya, menjaga ucapannya, selalu membaca al-Quran, menangis atas kejadian zaman, memperhatikan kitab ash-Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba.” (Tadzkirah al-Huffazh, II:530)

Wafatnya Al-Imam Adz-Dzahabi

Di akhir hidupnya Adz-Dzahabi mendapat cobaan, tujuh tahun mengalami kebutaan. Kemudian beliau wafat malam Senin 3 Dzulqa’dah 748 H/ 1348 M, dan dimakamkan di Bab ash-Shaghir di Damaskus.

Beberapa Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Biografi Al-Imam Adz-Dzahabi

1.      Peran serta orang tua terutama seorang ayah sangat berpengaruh dalam keberhasilan anaknya.
2.      Perilaku dan sikap seorang ayah menjadi modal awal bagi seorang anak dalam menentukan tujuan hidupnya. Bila ayahnya saleh dan bertakwa, maka anaknya pun akan meniti jalan yang telah ditempuh oleh ayahnya. Sebagaimana ayah Adz-Dzahabi mencintai ilmu, maka imam Adz-Dzahabi pun ikut mencintai ilmu.
3.      Seorang remaja harus mempunyai tujuan dan fokus hidupnya sejak dini, agar keberhasilan yang ia cita-citankan dapat segera terwujud.
4.      Buah dari ilmu pengetahuan adalah amal dan mengajarkannya kepada orang lain.
5.      Karya tulis merupakan sarana yang terbaik dalam menyampaikan ilmu, karena dapat terus dimanfaatkan walau penulisnya telah meninggal puluhan abad yang lalu.
6.      Kekurangan fisik yang kita miliki tidak menghalangi kita untuk berhasil. Imam Adz-Dzahabi telah membuktikannya walaupun penglihatan beliau telah tiada namun beliau tetap bersemangat untuk menyampaikan ilmunya dan tetap menjadi guru besar di pergurungan tinggi hadis.
7.      Semangat untuk belajar dan mengajar harus terus berkobar mulai sejak kecil sampai berusia lanjut bahkan sampai kita meninggalkan dunia ini.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas kepada Imam adz-Dzahabi, dan mengampuni kita semua dan beliau, serta mengumpulkan kita dengan beliau di bawah bendera Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.


Salah Kaprah

Berikut ini adalah lima hal yang sering disalah-kaprahkan oleh masyarakat terkait Idul Fitri.
1)    Kalimat “Minal Aidin Wal Faidzin“. Kalimat khas Idul Fitri ini seringkali diikutkan setelah ucapan selamat lebaran yang bisa diramu ke dalam diksi-diksi yang lebih menarik. Namun, masih banyak di antara kita yang mengartikannya sebagai arti dari kata “Mohon Maaf Lahir dan Batin” yang seringkali pula menjadi kalimat pelanjutnya. Padahal, ulama dan ahli bahasa Arab sudah menjelaskan berkali-kali melalui media bahwa kalimat Minal Aidin Wal Faidzin berarti “Termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perjuangan ramadhan) sebagai orang yang menang”. Ulama menjelaskan, lebih tepat jika mengungkapkan Taqobbalallahu Minna wa Minkum sebagai wujud permohonan maaf dan rasa terima kasih. Kalimat ini pun diungkapkan tidak hanya pada momen lebaran, tapi setiap waktu.
2)    Silaturahim bukan Silaturahmi. Kaum ulama menyarankan kita membiasa-gunakan kata “Silaturahim” yang dimaksudkan menyambung rasa kasih sayang dan saling pengertian, termasuk dalam momen Idul Fitri. Sedangkan, kata “Silaturahmi” sejatinya terdiri dari dua penggal kata, “silah” yang artinya menyambungkan dan “rahmi” yang artinya rasa nyeri yang dirasakan ibu saat melahirkan. Maka jelas saja, silaturahmi berarti menyambungkan rasa nyeri yang dirasakan ibu saat melahirkan. Kurang sesuai konteks dan logika.**
3)    Perbedaan hari raya dianggap saling seberang antara pemerintah dan ormas Muhammadiyah. Hal satu ini juga seringkali disalahkaprahkan. Sebagian masyarakat, kadang berkomentar bahwa keterlambatan pelaksanaan hari raya sebagaimana sering ditetapkan pemerintah melawan pendapat ormas Muhammadiyah yang memutuskan hari idul Fitri jatuh pada hari sebelumnya, merupakan bentuk seberang pemahaman. Padahal, dalam sidang isbat (penentuan jatuh-tepatnya hari lebaran) sendiri dihadiri oleh semua tokoh yang berkepentingan dan berkompeten, termasuk semua ormas Islam terbesar. Jadi, sejatinya meski penetapan hari raya berbeda, sejatinya dalam dewan isbat sudah terjadi kesepahaman dan kesepakatan untuk saling mengerti dan menerima pemahaman masing-masing. Tentunya didukung perhitungan-perhitungan ilmiah berdasarkan tuntunan Agama. Tidak main-main, bukan?
4)    Shalat ied dilaksanakan terlalu pagi. Di Indonesia shalat ied dilakukan pada pagi hari saat matahari terbit. Sebagian masyarakat kita mungkin menyangka bahwa shalat ied harus dilaksanan sepagi mungkin. Padahal sejatinya tidak demikian. Jika salat ied dilaksanakan terlalu pagi, anggaplah pukul 6.30, akan ada banyak sekali jamaah yang terlambat bahkan tidak sempat mengikuti proses jamaah secara penuh, karena mereka datang dari tempat yang jauh. Pelaksanaan idul fitri bisa agak diakhirkan sesuai petunjuk dan anjuran syariat dengan hikmahnya yang agung. Menurut mayoritas ulama-ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali, waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat). Jika diklasifikasikan khusus Indonesia dan seluruh wilayah zona waktu yang serupa, waktu terbaik salat ied dimulai adalah antara pukul 07.00 hingga pukul 8.30.***
5)    Salat ied di masjid atau di lapangan. Dua hal ini masih sering dilasah-kaprahkan dengan menentukan satu dan yang lainnya lebih utama. Berdasarkan beberapa hadist yang ditegaskan melalui pendapat-pendapat ulama, salat ied lebih utama dilaksanakan di masjid, jika masjid mampu menampung seluruh jamaah yang jumlahnya jauh melebihi jamaah salat biasa. Baru jika masjid dianggap tidak muat dan mengandung risiko, maka salat ied di lapangan akan jauh lebih afdol karena menjamin kekhusukan ribuan jamaah. Untuk masjid-masjid berukuran besar, jamaah dianjurkan melaksanakan salat ied di dalamnya. Namun jika di suatu kampung tidak ada masjid luas yang bisa menampung jamaah, maka akan lebih utama salat ied dilaksanakan di lapangan. Hal ini juga guna mengantisipasi risiko-risiko potensial seperti penyediaan sarana tanggap darurat, pengaturan tata suara, pengaturan saf, dan keterlihatan imam dan khatib oleh jamaah.









MIMPI DAN BERJUANG

KISAH MOTIVASIMIMPI DAN BERJUANG
Dikisahkan, pada tahun 1867, hiduplah seorang ahli teknik kelahiran Jerman bernama John Augustus Roebling. Ia bermimpi membangun sebuah jembatan yang menghubungkan Kota New York dan Long Island. Impian John tidak mendapat dukungan bahkan ditertawakan oleh banyak temannya. Mereka mengganggap proyek itu adalah ide yang paling gila dan impossible di zaman itu. Maka, John pun hanya bisa berbagi impian dengan anaknya, Washington Roebling. Washington juga seorang ahli teknik. Ayah dan anak itu berjuang bersama untuk mewujudkan impian itu.

            Ketika proyek itu baru berjalan beberapa bulan, terjadi kecelakaan yang fatal. Sayangnya, karena pertolongan yang terlambat, John Roebling tidak bisa diselamatkan. Sedangkan Washington, walaupun nyawanya selamat, tetapi mengalami cedera parah pada kepalanya yang mempengaruhi motoriknya. Washington menjadi lumpuh dan tidak mampu berbicara. Namun demikian, impaian ayahnya tentang jembatan tidak pernah padam dalam pikirannya.

            Suatu hari, saat Washington terbaring tidak berdaya di tempat tidurnya, ia melihat cahaya matahari melewati jendela kamarnya, menyilaukan dan menyakitkan mata. Segera ditutupnya kelopak matanya, dan saat itu pula, seakan Tuhan berbicara dengan pertanda, tiba-tiba muncullah sebuah kesadaran, "Hari ini aku masih bisa menikmati indahnya kilau mentari, artinya, Tuhan masih memberiku waktu untuk berbuat. Dan aku sadar, aku tidak boleh menyerah!" Dengan sekuat tenaga ia berkonsentrasi penuh dan berusaha untuk menggerakkan satu jarinya. Usaha yang dilakukan berulang-ulang dengan semangat dan konsentrasi penuh, ternyata tidak sia-sia. Dia berhasil menggerakkan jarinya! Perlahan-lahan, Washington mampu membuat kode untuk berkomunikasi dengan istrinya, Emily, melalui satu jari itu.

            Walaupun begitu perlahan pada awalnya, dengan cara seperti itulah, Washington memberi petunjuk kepada Emily untuk melanjutkan pembuatan jembatan. Semua instruksi diberikan kepada Emily dan kemudian disampaikan lebih lanjut kepada para pekerjanya yang setia membantu mewujudkan impiannya. Begitu berulang-ulang. Mereka melalui berbagai kendala yang tidak sedikit jumlahnya. Butuh waktu panjang untuk berjuang dengan semua sisa kekuatan dan ketegarannya, dan butuh waktu selama 13 tahun untuk mewujudkan impiannya. Akhirnya, pada tahun 1883, Jembatan Brooklyn (Brooklyn Bridge) berdiri megah di Kota New York, Amerika Serikat.

Teman-teman yang luar biasa,
            Cerita di atas merupakan sebuah contoh bahwa pikiran positif dan perjuangan nyata mampu memegang erat mimpi dan bisa mewujudkan apa yang sekiranya tidak mungkin menjadi mungkin!
Betapa luar biasanya kekuatan pikiran manusia! Pikiran manusia bisa membuat hidup menjadi sengsara atau bahagia, gagal atau sukses, biasa-biasa saja atau luar biasa. Kalau kita mengikuti pikiran yang negatif, maka kehidupan kita isinya akan negatif pula - hidup penuh kecemasan, pasif, ketakutan dan kekurangan. Namun jika kita mampu mengembangkan pikiran yang positif, optimis, dan senantiasa berpengharapan yang positif, serta punya komitmen tinggi dalam mewujudkan segala impiannya, maka kita akan hidup penuh gairah, syukur, gembira, sukses, dan bahagia... setiap hari. Mari kita pilih hidup dengan pola pikir yang positif. Kita pilih hidup dengan aktivitas yang positif. Dan kita pilih agar kualitas kita hidup berguna bagi kita dan bagi banyak orang...!